Selasa, 14 April 2009

Pengakuan dan Penerimaan Guru terhadap Peserta Didik

Pada saat pembelajaran PKn berlangsung dengan pokok bahasan demokrasi, guru akan menerapkan praktek musyawarah dalam kelas. Sebelum guru menentukan pemimpin siding yang berasal dari siwa, salah satu siswa mengangkat tangan. Mau tanya apa kamu “Amir”? “Ini pak, saya mau mencoba menawarkan diri jadi pimpinan sidang” kata si Amir. Guru mengernyitkan dahinya heran dan tak percaya. “Apa kamu sanggup?” Kata guru. “Coba pak” kata si Amir. “Udahlah Mir kamu jadi pesertanya saja” kata gurunya, “bapak akan memilih sendiri siapa yang pantas memimpin sidang.”. Kemudian si Amir pun diam kecewa dan malu.

Dalam kasus di atas, hal-hal yang tidak sesuai dengan pedagogik:

  • Guru tidak menghormati peserta didik yang dengan sukarela menawarkan diri untuk menjadi pemimpin sidang.
  • Tidak ada dasar pengakuan kepada peserta didik. Pendidik menganggap siswa tertentu tidak mampu. Pendidik tidak memberikan perlakukan yang sama untuk semua siswa (persamaan HAM dan HMM). Sekali pun memang setiap individu berbeda tetapi perlakukan guru harus didasarkan atas persamaan dan penyesuaian.
  • Hubungan antara pendidik dengan peserta didik didasarkan atas alat kekuasaan (dominasi kekuasaan). Perlakukan yang sama kepada setiap peserta didik diabaikan dan guru menunjuk peserta didik yang menurut guru memiliki potensi dan kemampuan. Siswa dituntut menerima saja (patuh) atas kemauan guru.
  • Hubungan antara pendidik dengan peserta didik terutama kedekatan psikologis tidak dibangun oleh guru karena dari pendidik tidak ada pengakuan dan penerimaan yang tulus, terbuka, serta kerelaan memberi dan menerima.

HAL YANG PERLU DILAKUKAN GURU
  • Guru mestinya melakukan hubungan dengan peserta didik atas dasar saling penghormatan dan pengakuan. Jadi jika ada siswa yang memiliki inisiatif mencoba berperan sebagai pemimpin sidang mestinya guru memberikan kesempatan.
  • Pendidik mestinya memberikan pengakuan kepada peserta didik. Pendidik harus menganggap siswa tersebut memiliki potensi, semangat, dan kemampuan untuk melakukannya. Pengakuan ini didasarkan pada konsep bahwa peserta didik memiliki HAM dan HMM yang mesti diperlakukan sama untuk semua anak atas dasar persamaan dan penyesuaian karena setiap individu juga berbeda.
  • Hubungan pendidik dengan peserta didik seharusnya atas dasar dominasi internalisasi bukan dominasi kekuasaan atau karisma. Penerimaan peserta didik terhadap pendidik mestinya secara sukarela, senang, percaya. Oleh karena itu, mestinya setiap peserta didik diberikan kesempatan yang sama. Guru harus mengembangkan pembelajaran secara demokratis bukan otoriter.
  • Hubungan antara pendidik dengan peserta didik, baik kedekatan fisik maupun kedekatan psikologis harus dibangun. Untuk membangunnya dengan cara memberikan pengakuan dan penerimaan yang tulus, terbuka, saling memberi dan menerima antara pendidik dengan setiap peserta didik.
Bacaan
Prayitno (2008), Dasar Teori dan Praktis Pendidikan, Padang: Universitas Negeri Padang.

0 komentar:

Posting Komentar